Sebagaimana kitab-kitab sejenisnya, sang penulis memulai pendahuluan atau mukadimah kitabnya dengan ulasan mengenai kesunahan menikah berdasarkan tuntutan Al-Qur’an dan Hadits.
Kemudian menjelaskan mengenai sebab turunnya surat Al-Baqarah ayat 223.
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (223)
“Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman” (Qs. Al-Baqarah ayat 223)
Penulis menjelaskan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah perkataan orang-orang beriman kepada tetangga mereka yang beragama yahudi di kota Madinah
“Sungguh kami menggauli istri-istri dengan berbagai gaya mulai dari berdiri, duduk, hingga telentang dan kami juga mendatangi istri-istri kami terkadang dari depan terkadang dari belakang”.
Maka, para pemeluk agama Yahudi pun mengolok-olok mereka. “Sungguh kalian berhubungan seks layaknya hewan berbeda dengan kami yang hanya melakukan hubungan seks dengan satu gaya saja karena kitab suci taurat telah berpesan bahwa melakukan hubungan seks selain dengan posisi telentang adalah kotor dihadapan Allah”.
Tak lama kemudian, turunlah ayat tersebut sebagai penegasan bahwa orang-orang beriman diperbolehkan menggunakan berbagai gaya ataupun style. apapun dalam berhubungan seks asalkan tidak memasukkan zakar pada lubang dubur.
Penting dicatat bahwa menurut para ulama ada malam-malam tertentu yang baik untuk berhubungan seks dan ada malam-malam yang harus dihindari, yaitu :
– Malam Jumat, barang siapa yang sering berhubungan seks di malam jumat niscaya akan menghasilkan anak yang hafal Al-Qur’an. – Malam Sabtu, barang siapa yang sering berhubungan seks di malam sabtu niscaya akan menghasilkan anak yang memiliki kelainan mental ataupun gila.